Persiapan Menikah #1 : Prologue (Menerima)

Bismillahiraamhanirrahim..

Jujur, sebenernya saya sudah mau tulis ini dari lama. Cuma, karena saya sendiri statusnya masih dalam masa penantian, jadi ragu buat ngepost ini apa ngga. Belum jadi praktisi sudah ngomong yang ini itu, takut dibilang sok tahu. Cuma, karena di sekitar saya banyak teman-temin perempuan yang juga sedang dalam masa penantian dan mengalami dilemma ini itu dalam mempersiapkan diri menuju pernikahan, akhirnya, bismillah, saya share tulisan ini. Semoga menjadi pengingat bagi diri saya sendiri. Semoga bermanfaat juga bagi pembaca semua.

-

Perempuan usia 25an mana yang belum disinggung-singgung dengan pertanyaan "kapan nikah"? Pertanyaan itu bisa datang dari diri sendiri, dari keluarga, pun dari orang-orang yang baru aja kita kenal. Entah motifnya serius atau bercandaan saja, yang jelas tema pernikahan memang sudah menjadi bahasan yang harus mulai dipikirkan oleh kita-kita ini, sist, perempuan-perempuan usia 25an ke atas.

Nah, yang kemudian menjadi dilemma buat kita diantaranya adalah beberapa poin berikut :
  1. Aku belum mau menikah, mau eksplorasi banyak hal dulu mumpung masih single dan bebas.
  2. Aku sudah mau menikah, tapi sama siapanya aku ngga tahu aka calonnya belom ada, dan aku bingung harus gimana mencarinya.
  3. Aku ngga tahu sudah siap nikah apa belum. Aku pengen nikah, tapi aku rasa aku belum siap untuk nikah.

Kalau dari pengalaman saya dan hasil ngobrol-ngobrol sama teman-teman saya, kurang lebih 3 poin itu sih yang menjadi kegalauan selama masa penantian.

Memang yang spesial dari belum menikah di usia 25an keatas ini adalah kita sudah terbiasa menjadi perempuan yang mandiri. Kebanyakan diantara kita yang berusia 25an saat ini memang sudah memasuki dunia pekerjaan profesional. Mungkin malah sudah beberapa kali punya pengalaman pindah tempat kerja. Hal ini membuat kita sudah terpapar dengan berbagai macam konflik dengan orang lain, tahu macam-macam karakter orang, dan tahu bagaimana harus menyikapinya. Meskipun belum semua diantara kita bisa menerima perbedaan-perbedaan karakter tersebut atau bisa menyikapinya dengan baik, tapi paling tidak kita sudah punya modal pengetahuan untuk memulai hidup bersama orang lain nantinya. Bukan cuma satu orang lho, ya, tapi satu keluarga besar!

Yang spesial lainnya dari usia 25 ke atas ini adalah kita sudah mulai ajeg dengan nilai dan prinsip diri kita sendiri. Kalau sebelum-sebelumnya mungkin masih banyak labilnya kaya anak abege, seiring bertambahnya usia dan pengalaman, kita jadi lebih tahu dan mengenal tentang diri kita sendiri. Kita ngga bisa dekat-dekat dengan orang yang sama-sama keras kepala misalnya, atau kita tahu bahwa cara kita untuk berdamai dengan masalah adalah dengan menyendiri dulu, atau yang remeh temeh sekedar ternyata kita bisa makan kuning telur yang sebelumnya ngga pernah kita sentuh kalau kita makan telur rebus atau telur ceplok.

Kita mengenal diri kita lebih baik seiring bertambahnya usia dan pengalaman. Apa yang kita suka, apa yang kita tidak suka. Apa yang menjadi kelebihan diri kita, apa yang menjadi kekurangan diri kita. Bagaimana kita menyuarakan pendapat kita dan berargumen dengan orang lain. Bagaimana cara kita menengahi konflik. Bagaimana kita mengelola emosi. dan sebagainya. 

Kita mulai bisa memutuskan pilihan untuk diri kita sendiri dan tidak lagi banyak bergantung kepada penilaian orang lain, karena kita juga sudah mulai paham bahwa cerita hidup setiap orang itu ya beda-beda, dan setiap orang punya perjuangannya masing-masing. Kita mulai menambahkan faktor-faktor lain dalam memutuskan sesuatu untuk diri kita. Yang tadinya mungkin serba aku aku aku, kita jadi punya faktor-faktor yang yang menjadi bahan pertimbangan. Bagaimana orang tua kita jika kita memilih jalan A? Apakah jalan B ini kedepannya baik untuk pengasuhan anak-anak kita? Apakah kita tetap bisa menjadi orang bermanfaat untuk orang lain jika memilih jalan C? Dan sebagainya.

Beberapa kelebihan kita di usia 25 ke atas ini sebenarnya menurut saya sangat menguntungkan bagi persiapan diri menuju pernikahan. Paling tidak, ia menjadi modal yang cukup baik untuk nantinya kita membangun rumah tangga bersama suami beserta seluruh keluarga besarnya.

Tanpa mengurangi niat untuk menyegerakan pernikahan, saya merasa bersyukur berada dalam masa penantian di usia 25an ini. Saya merasa Allah seperti mengajarkan banyak hal kepada saya sebelum saya benar-benar masuk ke dunia pernikahan dan per-orangtua-an nantinya. Sangat manusiawi bila mungkin muncul rasa sedih atau kecewa ketika kita belum bertemu dengan orang yang tepat menurut Allah di usia-usia ini, apalagi bila banyak juga teman yang sudah menikah. Tapi lagi-lagi, saya bersyukur Allah berikan waktu untuk bersiap lebih banyak. Saya juga yakin bahwa timing Allah adalah yang paling tepat. Ini adalah jalan hidup terbaik yang Allah pilihkan untuk saya, Dan saya yakin, Allah tidak mungkin menzholimi hambaNya yang senantiasa memiliki niat ikhlas untuk semakin dekat kepadaNya.

Sulit memang mengkomunikasikan soal penerimaan ini kepada pihak-pihak tertentu yang mendorong kita untuk segera menikah terutama keluarga. Tapi bismillah, terima juga bahwa beginilah adanya kondisi kita saat ini : belum menikah dan didorong untuk segera menikah. Sehingga, dari penerimaan  atas kondisi diri, kondisi keluarga, dan takdir-takdir lainnya ini, lahirlah hubungan yang baik antara kita dengan Allah.

Bukankah Allah Sebaik-baik Pengatur Segala Urusan? Bukankah Allah yang menggenggam hati-hati manusia? Bukankah Allah yang menggerakkan semesta sesuai kehendakNya? Mudah saja bagi Allah untuk mendatangkan keyakinan dalam hati kita untuk segera menikah, bagi mereka yang belum muncul keinginan untuk menikah. Mudah saja bagi Allah untuk membukakan pintu dan mendatangkan jodoh terbaik dari arah yang tidak disangka-sangka, jika kita memang bingung bagaimana harus menjemput jodoh. Mudah saja bagi Allah untuk memantapkan hati kita menjadi siap mengarungi bahtera rumah tangga bagi yang selama ini mengaku belum siap.

Saya selalu yakin bahwa Allah itu Maha Baik. Saya selalu yakin bahwa Allah tidak akan pernah menzholimi hambaNya yang ikhlas ingin mendekat kepadaNya. Bukankah Allah sendiri yang berjanji akan mendatangi hambaNya dengan berlari manakala hamba tersebut mendatangi Allah dengan berjalan? Saya selalu yakin Allah adalah Sebaik-baik Perencana. Saya selalu yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-hambaNya.

Semoga kamu juga yakin dengan hal itu, ya :)
-

Nanti kita lanjut ke part berikutnya, ya, insyaaAllah :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

this post is dedicated to me

Iship sudah selesai!