Postingan

this post is dedicated to me

so, i was rummaging through my closet to collect requirements needed for my practice license in sukoharjo, then i found pictures of mini me in kindergarden. ya ampun kiyowo banget wkwkwk. mau dibilang mirip yahya, ya mirip sih, tapi yahya juga banyak muka abinya. i also flipped around pages of certificates, raports, etc. sambil senyum-senyum sendiri ngeliat muka waktu masih muda, ehem. wkwkwkwk. ya sekarang juga masih muda sih, cuma ya udah mau 30 tahun 2 tahun lagi. udah mau 30 tahun tapi rasanya ya gini-gini aja hidup aku. udah punya buntut tapi masih belum kelar-kelar quarter life crisisnya, wkwkwk. as i flipped through those pages, suddenly, i realize that 28 years went by so fast. life that i tought was just superficial was actually went trough a lot, like tons of things. aku sering banget berfikir gini, hampir 30 tahun tapi rasanya hidup aku cuma gini-gini aja. udah berekor, tapi setiap hari aku kayak ngejalanin hari yang sama gitu loh. kaya, ngga kerasa ada yang berbeda dari hid

Nulis (lagi) wakakakkaka

Wakakakakak ceritanya sok-sokan nulis gitu tapi isinya apa-apa yang aku sendiri juga baru ada di kepala aja, belum direalisasikan wakakakkaka... Ah, yasudahlahyaaa~ namanya juga usahaaa~ wakakakakakak

Nisa to nisa

Gambar
Sekolah ini bernama rumah tangga. Kepala sekolahnya disebut suami. Meskipun kepala sekolah, kadang-kadang ia juga senang duduk di bangku kelas. Memerhatikan pelajaran dari ibu guru sekaligus bagian tata usaha sekolah rumah tangga ini. Kita sebut saja istri. Ibu guru sekaligus tata usaha sekolah ini juga dengan senang hati duduk di bangku kelas kalau pak kepala sekolah mau menerangkan sesuatu. Di bangku-bangku kelas lainnya duduk kaki-kaki mungil yang siap dididik. Kaki-kaki mungil ini tidak tahu kalau kadang ibu guru dan pak kepala sekolah justru belajar banyak juga dari mereka. Namanya sekolah rumah tangga. Di dalamnya semua bisa menjadi guru, juga bisa menjadi murid. Di sekolah rumah tangga, semua harus siap belajar dan diajar dengan tetap saling hormat menghormati, sayang menyayangi, cinta mencintai. Selamat (sebentar lagi) datang di sekolah rumah tangga! Hmmm, Nisa to nisa

Jangan hilang makna, nisakarima....

Kesibukan akan hal-hal teknis memang sangat menyita pikiran, apalagi untuk yang tipe pemikir seperti saya. Apa-apa dipikir, semua-semua dicemaskan, semua-semua berusaha dikerjakan sendiri. Ujung-ujungnya capek. Ujung-ujungnya nangis. Ujung-ujungnya ditelan sendiri juga semua yang rasanya berat. Busy mind. Tapi pada hal-hal teknis. Sampai lupa pada hal-hal yang esensial. *Sigh* Jangan hilang makna, nisa karima... Ambil waktu sejenak untuk berhenti dan melihat ke belakang. Look how far you've gone... So many things happened. So many blessing you've got... Jangan hilang makna, nisa karima... Berhenti sebentar dan lihat ke depan. Ada yang menanti di depan sana. Ada hal besar yang akan kamu jalani. Ada pilihan-pilihan yang harus kamu buat, meski masih banyak buram saat ini yang kamu lihat... Jangan hilang makna, nisa karima... Makna membantu kamu meluruskan niat. Makna membantu kamu menjadi hamba yang bersyukur. Makna membawa kamu kembali pulang k

Iship sudah selesai!

Alhamdulillah wa syukurillah... Setelah satu tahun melewati fase jaga-jaga-jaga-jaga-libur-jaga-jaga-jaga-jaga-libur (banyakan jaga daripada libur maksudnya), akhirnya sampai juga saya pada hari ini! Alhamdulillah wa syukurillah... Internship satu tahun ternyata sudah selesai. Kalau lagi seneng, rasanya cepat sekali masa internship ini berlalu. Tapi kalau lagi males, rasanya 18 november kok ngga dateng-dateng, hehehe... Alhamdulillah wa syukurillah, satu tahun internship sudah dilalui dengan banyak sekali momen belajar bagi saya. Belajar menjadi dokter sungguhan, belajar menangani pasien, belajar mengenai berbagai jenis kondisi pasien dan penanganannya, belajar mengenal, menerima, dan menanggapi berbagai macam sifat dan karakter orang lain, serta pastinya juga belajar lebih mengenal diri sendiri. Selama satu tahun internship ini, saya jadi tahu kalau ternyata saya punya beberapa sifat yang saya ngga tahu kalau saya punya sifat itu sebelumnya. Alhamdulillah... Proses belajar mengen

Persiapan Menikah #1 : Prologue (Menerima)

Bismillahiraamhanirrahim.. Jujur, sebenernya saya sudah mau tulis ini dari lama. Cuma, karena saya sendiri statusnya masih dalam masa penantian, jadi ragu buat ngepost ini apa ngga. Belum jadi praktisi sudah ngomong yang ini itu, takut dibilang sok tahu. Cuma, karena di sekitar saya banyak teman-temin perempuan yang juga sedang dalam masa penantian dan mengalami dilemma ini itu dalam mempersiapkan diri menuju pernikahan, akhirnya, bismillah, saya share tulisan ini. Semoga menjadi pengingat bagi diri saya sendiri. Semoga bermanfaat juga bagi pembaca semua. - Perempuan usia 25an mana yang belum disinggung-singgung dengan pertanyaan "kapan nikah"? Pertanyaan itu bisa datang dari diri sendiri, dari keluarga, pun dari orang-orang yang baru aja kita kenal. Entah motifnya serius atau bercandaan saja, yang jelas tema pernikahan memang sudah menjadi bahasan yang harus mulai dipikirkan oleh kita-kita ini, sist, perempuan-perempuan usia 25an ke atas. Nah, yang kemudian

Hurtful Words

Saya rasa semua orang pernah, ya, mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain. Ditegur dengan keras di hadapan orang lain, dicuekin atau dianggap tidak ada, diremehkan karena tidak memenuhi ekspektasi orang lain, dan sebagainya. Siapa sih yang jalan hidupnya mulus-mulus saja di dunia ini? Semua pasti ada ups and down-nya. Ada marah, sedih, dan kecewanya. Terutama ketika mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang lain. Saya pribadi adalah orang yang cukup peka dengan perubahan sikap atau perlakuan orang lain terhadap saya. Ketika ada hal yang kok rasanya orang lain jadi berubah sikapnya terhadap saya, saya pasti akan bertanya ke dalam diri sendiri, salah saya dimana. Pasti saya pikirkan terus menerus itu kalau sikap orang tersebut masih tidak enak terhadap saya. Lalu berusaha berhusnuzhon kalau perlakuan orang begitu terhadap saya adalah karena salah saya sendiri, karena dosa-dosa saya sendiri. Seperti dikasih pengingat sama Allah untuk bisa berhusnuzhon

Wanita dan Kehormatan (part 2)

.... Bismillah, lanjut gaes. Saya merasa bahwa nilai berharga atau tidaknya seorang perempuan saat ini di mata remaja-remaja putri khususnya, berbeda dengan apa yang saya pahami.  Standar 'berharga' atau 'terhormat' yang saya yakini sebagai muslimah pada intinya adalah dengan tidak menjadikan apa-apa yang bersifat material sebagai tolak ukur, tetapi bagaimana seorang perempuan mengenal TuhanNya, menaati perintah TuhanNya, menjaga dirinya dari yang haram, menjaga dirinya dari pandangan dan syahwat orang lain, merawat dan menajamkan akalnya, serta berakhlaqul karimah, itulah yang menjadi tolak ukur berharga atau tidaknya seorang perempuan. " Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan

Wanita dan Kehormatan (part 1)

Bismillahirrahmannirrahim... Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun, hanya sekedar pengingat kepada diri sendiri dan juga ungkapan kesedihan saya atas kondisi perempuan-perempuan khususnya remaja putri saat ini. Bagi saya pribadi, menjaga kehormatan diri sebagai seorang perempuan pada umumnya dan muslimah pada khususnya adalah sesuatu yang sangat penting dan utama. Muslimah yang bisa menjaga kehormatan dirinya menandakan bahwa ia paham akan nilai atau (maaf, kasarnya) harga atas diri dan pribadinya. Harga disini tentu bukan berupa uang, ya. Namun yang saya maksud adalah nilai berharga atau tidaknya seseorang. Boleh lah kita ibaratkan harga disini dengan membandingkan berlian dengan kotoran. Berlian, meskipun ia berada di dalam comberan, ia tetaplah batu mulia yang mahal, sulit didapat, dan tidak semua orang memiliki. Begitu berharganya berlian hingga orang rela menyimpannya di dalam brankas yang harganya juga tidak murah, dikunci rapat-rapat agar o

Jadi Dokter (?) #1

Kalau dihitung-hitung, sudah enam tahun lebih saya berkecimpung dengan dunia kedokteran. Kalau masuk fk dulu tahun 2012, berarti sampai agustus 2019 besok insyaaAllah sudah 7 tahun saya ada di tengah-tengah komunitas tenaga kesehatan. Sejak kecil, saya sama sekali tidak pernah ingin menjadi dokter. Saya maunya jadi guru saja, atau jadi psikolog saja. Bahkan sampai SMA akhir-akhir saya masih inginnya masuk psikologi. Sempat diterima di psikologi UNS, tapi karena orang tua belum mengizinkan akhirnya terpaksa saya batalkan. Orang tua saya juga tidak pernah meminta saya untuk menjadi dokter. Saya rasa, ummi dan abi sebenarnya melihat saya punya potensi, tetapi mengingat kondisi ekonomi keluarga saat itu, sekolah kedokteran terdengar utopis. Saya juga tidak tahu dari mana saya bisa kepikiran untuk sekolah kedokteran. Padahal saya ngga suka melihat orang berantem sampai berdarah-darah, ngga suka lihat kekerasan, ngga suka lihat yang sadis-sadis, ngga suka lihat orang kecelakaan, dan s